Wednesday, February 25, 2009

LSD

Paling enak bicara dari cinta deh. Apa sih definisi cinta? Rasa sayang... tau deh pokoknya kangen, pengen deket aja ama dia, pengen pegang, membelai, mencium, memeluk, memiliki... dst...dst... walau ada yang mengatakan cinta tidak harus selalu memiliki... pernyataan itu sebenarnya keluar dari hati yang terluka, pahit karena pengalamannya... tapi tidak bisa tidak.. ya harus menerima... faktanya begitu... dia dah gak mau lagi...walaupun apa saja alasan yang diberikan.

Setiap orang bisa mempunyai definisi berbeda-beda tentang cinta, tetapi dasarnya apa? Ya itu tadi, kebanyakan orang percaya bahwa cinta itu adalah rasa. Jatuh cinta berjuta rasanya... perasaan. Gue dah kepalang sayang. Gue gak bisa lupain dia. Apa perasaan kita bisa dijadikan dasar bagi hubungan pacaran, apalagi untuk memasuki sebuah pernikahan? Ah mulanya sih berawal dari rasa suka kemudian berkembang menjadi rasa sayang. Pada umummya rasa sayang kita muncul karena ada gairah, entah karena ... kalo ngobrol nyambung.. hidup ini kan jadi bergairah apabila ada temen yang nyambung... bete tau kalo gak nyambung, entah karena si cewe cantik dan seksi, yah enak aja dipandang mata, bangga di hadapan temen-temen, apalagi kalo bisa dimiliki. Sebaliknya, Biar cantik, kalo bikin bete... ah capek deh. Hal itu bisa terjadi begitu saja tanpa di duga duga dan direkayasa. Gitu kan? Jatuh cinta itu tidak bisa direkayasa, setuju yah? Itu sebabnya jaman sekarang anak muda paling anti namanya dijodohin ortu.

Perasaan jatuh cinta, kalo dlm bahasa sononya, namanya eros. Jatuh cinta kepada seseorang dengan gairah yang tak tertahankan, membara. Walau eros biasa memiliki konotasi kepada seks, waktu diaplikasikan pada hal-hal yang tidak seksual, tetap berarti gairah, tak tahan ingin ketemu, ingin ngobrol begitu membara. Keinginan tersebut tidak bisa dilarang, Tidak ada yang salah dengan cinta seperti eros ini, namun kalo hanya eros... berdasarkan perasaan saja, maka lama kelamaan menjadi bosan dan capek. Mengapa? karena cinta seharusnya bertumbuh, tidak statis atau hanya berputar di sekitar kedekatan fisik saja. Orang mengembangkan hubungan cinta pasti punya tujuan. Jatuh cinta pada pandangan pertama harus melewati ujiannya, itulah proses pertumbuhan. Orang berpacaran pasti punya tujuan akhir untuk menikah, walaupun pada masa paska modern ini, orang punya berbagai kepentingan dengan hubungan yang dikembangkannya. Ada yang menikah karena uang, ada yang menikah karena hamil duluan, ada yang nikah karena terpaksa, dll.

Natur cinta itu sendiri bertumbuh. Cinta harus bertumbuh pada persahabatan, kepedulian yang mendalam, tanggung-jawab, komitmen, kerelaan berkorban dan memberi yang terbaik. Eros harus dilengkapi dengan bertumbuhnya jenis cinta yang lain, philea yaitu persahabatan, ada kesetia-kawanan kepada pasangan, storge yaitu ada perasaan bertanggung-jawab dan kepedulian yang mendalam kepada pasangan, agape yaitu perasaan menyayangi karena menyadari bahwa pasangannya adalah seorang yang begitu berharga dihadapan mata-nya, orang tua-nya, orang-orang lain yang mengasihi-nya, terutama Tuhan-nya, sehingga dia berkomitmen untuk rela berkorban, melakukan yang terbaik bagi dia, bukan menyusahkan atau menyulitkan dia dalam mengambil keputusan dan bertindak.

Wah kalo demikian, cinta tidak bisa sekedar rasa. Jelaslah, cinta yang punya tujuan mulia dan sejati tidak bisa sekedar perasaan. Cinta yang bertumbuh memerlukan pikiran dan kehendak dari orang yang memilikinya. Jadi cinta yang hanya berdasar pada perasaan saja adalah cinta yang tidak bertumbuh menjadi dewasa. Cinta yang tidak menjadi dewasa tidak akan mampu menghadapi kehidupan yang terus berubah, karena hidup ini terus mengalami perubahan sesuai fase kehidupan seseorang. Perhatikan saja mereka yang berpacaran sejak SMP ke SMA ke Perguruan Tinggi ke dunia kerja, mereka harus menerima realita bahwa tuntutan hidup mereka sudah berubah begitu fase kehidupan mereka berubah. Harus ada tanggung jawab di dalamnya, diperlukan pengertian dari kedua belah pihak terhadap tuntutan kehidupan. Jam pacaran mereka mengalami penyesuaian, perlakuan mereka sebagai remaja tidak dapat lagi terakomodasi pada kehidupan dewasa muda. Salah satu dari pasangan tidak mengalami pertumbuhan dalam cintanya akan memberi dampak ketidak-seimbangan dalam hubungan. Itu sebabnya cinta harus bertumbuh dari sekedar perasaan kepada berpikir secara logika dan pengendalian kehendak.

Cinta sejati bukanlah sekedar gelombang perasaan saja, tetapi ada logika yang benar dan bertanggung jawab serta mengutamakan kehendak untuk menghasilkan yang terbaik bagi masing-masing pihak dan pada hubungan mereka, sehingga keduanya siap memasuki penyatuan diri mereka secara total dalam pernikahan.

Cinta sejati akan menahan eros untuk mengekspresikan diri sepenuhnya. Eros harus memberi ruang dan waktu kepada philea, storge dan agape untuk mengambil peran dalam hubungan berpacaran bahkan dalam hubungan pernikahan sekalipun. (Dalam hubungan pernikahan, ini bisa menjadi topik yang menarik untuk dibahas). Yang kebanyakan terjadi belakangan ini, eros diijinkan (atau memaksa)mengambil peran terlalu banyak hingga banyak pasangan terlalu “memaksa diri” melakukan keintiman secara fisik terlalu dini ketimbang keintiman/pengenalan secara mental, sosial dan rohani. Mengapa saya memakai istilah “memaksakan diri?” Faktanya, biar orang bilang, “wah kami suka sama suka kok.” Salah satu di antaranya, pada mulanya merasa riskan, tau ada resiko apabila melakukannya. Yang satu terpaksa karena gak tahan dan Yang lain terpaksa karena terancam dan takut ditinggal. Yang satu terpaksa karena takut kehilangan dan yang lain terpaksa karena berontak terhadap ortu. Masih banyak kita bisa temukan keadaan “terpaksa” tadi,namun biasanya semua dilakukan “atas nama cinta.”

Hasil penelitian oleh Dr. Prita Muliarini yang ditampilkan di Radar Malang, 8 Feb 2009 menunjukkanTren Seks Pra-Nikah yang kian meningkat. Seks pranikah sudah dirasakan oleh 49,5 % pria dan 45,5% wanita usia 14-19 tahun yang paham resiko kehamilan dan 48,6% pria dan 46,5 wanita usia 20-24 tahun yang punya teman dan sudah melakukan seks pranikah. Remaja Indonesia usia 20-24 tahun berjumlah 64 juta pada tahun 2007. Sangat menyedihkan...berapa banyak remaja yang telah melakukannya "atas nama cinta," namun tidak mengalami cinta yang bertumbuh menjadi cinta yang sejati. Banyak kali kejadian tersebut hanya menjadi pengalaman sesaat dan masih mencari cinta yang sejati.

Masalahnya disini adalah perlu penguasaan kehendak. Penguasaan kehendak tidak bisa dilakukan oleh eros karena eros adalah gairah yang tak tertahankan. Jadi apabila pasangan hanya mengandalkan eros, rasa sayang karena gairah, mereka akan terbawa pada keintiman fisik terlalu dini, sebelum pernikahan. Keintiman fisik itu seharusnya berkembang sewajarnya pada fase fase pengenalan aspek lainnya, yaitu pengenalan secara mental, sosial, dan rohani. Pasangan harus melihat pasangannya sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya fisik saja. Cinta yang bertumbuh secara sehat akan bertumbuh dalam pengenalan fisik, mental, sosial dan rohani. Ada waktunya untuk seks, dan itu bukan sebelum / di luar pernikahan. Penelitian medis memang menyoroti seks pranikah dan kesehatan wanita, remaja khususnya. Ilmu medis menyoroti kesiapan fisik seseorang pada remaja dini dan dampak perbuatan seks pada wanita pada usia remaja dini. Penelitian psikologis menyoroti kesiapan mental seseorang menghadapi kehamilan, keluarga yang tidak siap menerima keadaan tersebut, masa depan yang masih terbentang jauh di depan. Penelitian sosial menyoroti dampak-dampak sosial yang akan diterima remaja tersebut dan keluarganya, masyarakatnya, dll. Penelitian rohani menyoroti apa yang agamanya katakan tentang pelanggaran tersebut. Semua ini akan berusaha disanggah sedemikian rupa apabila seseorang memang sudah didorong sedemikian rupa oleh gairah eros yang membutakan. Pokoknya “atas nama cinta.”

Namun pada saat seseorang kembali berkaca kepada dirinya, apa yang dapat dikenali olehnya?

Perbuatan itu melekat pada dirinya, ia tidak bisa membuang tubuhnya. Maaf barangkali, bagi wanita apabila ia hamil (walaupun terlarang), ia akan membunuh bayi dalam kandungannya. Tetapi ia tidak bisa lepas dari tubuh yang dipakai untuk melakukan perbuatan seks . Itu sebabnya ada orang-orang yang berusaha bunuh diri, apalagi bila ia ditinggal begitu saja oleh kekasihnya. Bagi pria, ia tidak dapat melepaskan diri dari hati nuraninya. Ia adalah manusia ciptaan Tuhan. Ada jejak Tuhan di sana yang tidak pernah bisa dibuangnya. Barangkali dia menolaknya, tetapi suara hati itu tetap di sana dan bergema.

Keintiman fisik atau persetubuhan di luar ikatan pernikahan adalah percabulan. “Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi diluar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri (I Kor 6:18)” Percabulan tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah ( I Kor. 6 : 9b-10). Percabulan adalah dosa. Dosa membuat manusia tidak rasional. Dosa itu dilakukan terhadap dirinya sendiri. Jadi walaupun tidak ada orang mengetahui perbuatan itu, dirinya tidak dapat menyangkal bahwa itu perbuatan dosa dan terus mengganggu hati nuraninya. Bagi yang tidak perduli apakah itu dosa atau tidak, dapatkah dipastikan bahwa dia pasti jadi suami anda in the future? Bila ya, apa resikonya? Bila tidak, anda sudah mengetahui resiko dalam banyak komunitas di Indonesia baik keluarga maupun pria) yang masih mempermasalahkan keperawanan. Dosa memperbesar masalah. Jangan anggap tidak ada masalah.

Apabila seseorang serius tentang hubungan yang akan dilanggengkan kepada pernikahan sebaiknya kendalikan eros dan beri kesempatan untuk pengenalan aspek-aspek lain pada diri pasangan. Seks menjadi sangat indah apabila dilakukan dalam pernikahan. Kiranya Tuhan menolong anda untuk menikmati hubungan berpacaran yang sehat dan benar menurut Firman Tuhan.

Teratai Putih