Monday, November 12, 2007

Anak Yang Terhilang

Teks: Lukas 15:11-32

Yesus sedang mengalamatkan perumpamaan ini kepada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat (ayat 1-2). Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat sedang bersungut-sungut tentang sikap Yesus terhadap masyarakat umum dan orang-orang berdosa (ay. 3). Perumpamaan ini dimaksudkan untuk pembelaan terhadap persekutuanNya di meja makan bersama dengan orang-orang berdosa, sekaligus merupakan tawaran bagi mereka untuk menyambut persekutuan dengan Yesus dan sesama.

Dalam rangkaian ayat pada Lukas 15, Yesus memberikan tiga buah perumpamaan yang senada yaitu “Domba yang Hilang” (ayat 4-7), “Dirham yang Hilang” (ayat 8-10) dan “Anak yang Hilang” (ayat 11-32). Rangkaian perumpamaan ini menekankan kasih Allah terhadap orang-orang berdosa. Suatu tindakan Allah untuk menawarkan pemulihan bagi hubungan yang telah terputus karena dosa.

Episode pertama: Anak yang bungsu (Lukas 15:11-24)

Ayat 11-16 menunjukkan siapa yang dimaksud dengan Anak yang Terhilang: Anak yang Keluar dari Rumah Bapa. Anak yang bungsu meminta warisan kepada Bapanya pada saat Bapanya masih hidup. Menurut Ulangan 21:17; biasanya anak bungsu akan memperoleh 1/3 dari harta orang tuanya sedangkan anak sulung memperoleh 2/3nya. Bagi pandangan adat istiadat Timur Tengah, anak ini benci kepada Bapanya dan ingin supaya ia lekas mati (Stein, 119). Dia lebih mementingkan harta bapa daripada Bapa itu sendiri. Lalu ia menjual semua hartanya dan menghabiskan semuanya (ayat 12, 14).

Arti kejadian ini menurut kehidupan orang pada jaman Yesus: Anak yang terhilang ini telah bersatu dengan masyarakat kota. Bagi orang farisi dan ahli-ahli Taurat; hal ini merupakan sesuatu yang membuat mereka dipengaruhi oleh dosa mereka. Apalagi pergaulan anak ini begitu bebas (ayat 13b), berfoya-foya dan memboroskan hartanya (wild living). Kehidupan seperti itu justru seringkali menjadi penyebab kehancuran rumah tangga. Hal ini sangat bertentangan dengan kehidupan orang Yahudi yang sangat berhati-hati dengan uang dan perbuatan keduniawian.

Gambaran kehidupan tersebut nyata dalam kehidupan para pemungut cukai dan orang-orang berdosa (ayat 1, Lukas 5:30). Orang yang berfokus pada uang dan tindakan-tindakan berdosa yang mencemarkan kehidupan pribadi dan keluarga. Yesus berhubungan dengan orang-orang kafir (perwira di Kapernaum, Lukas 7:1-10), wanita pelacur (Lukas 7:36-50), penjudi, pemabuk dan pelaku dosa yang lainnya di dalam masyarakat. Mereka adalah orang-orang diperbudak oleh keinginan daging yang berdosa.

Ketidak layakan para pemungut cukai dan orang-orang berdosa dihadapan orang Farisi dan ahli-ahli Taurat diangkat oleh Yesus dengan gambaran anak bungsu yang lapar dan ingin makan makanan babi. Babi adalah binatang haram dan kotor sekali bagi mereka. Gambaran ini menunjukkan hal bagaimana tidak layaknya bagi mereka untuk bergaul dengan orang berdosa.

Lalu, mengapa Yesus duduk makan dengan mereka?

Ketika orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bertanya, “Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” (Lukas 5:30)

Ia berkata, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Lukas 5:31-32)

Yesus menawarkan pemulihan hubungan kepada mereka yang diperbudak oleh dosa. Itu adalah maksud kedatanganNya di antara orang berdosa karena melalui diri Yesus, Allah ingin memberi jalan keluar bagi manusia yang diperbudak oleh keinginan dosa dapat terbebas dan kembali memiliki hubungan dengan Allah.


Episode kedua: Anak yang Sulung (Lukas 15:23-32)

Anak yang sulungpun mendapat harta warisan yang menjadi bagiannya (ayat 12) dan ia tinggal di dalam rumah dan melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tanpa pernah melanggar peraturan apapun (ayat 29) tetapi ia tidak pernah menikmati bagian harta yang telah menjadi warisannya, bahkan ia mengatakan bahwa “tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.”

Si sulung berkata, “Telah bertahun-tahun aku melayani bapa (I have been slaving for you).” Ia merasa diperbudak dengan semua pekerjaan dan tanggung jawab sebagai anak. Ia tidak merasakan berharganya menjadi Anak Bapa. Ia kehilangan perkara yang paling penting dalam rumah Bapa yaitu hubungan keanakan dengan Bapanya. Akibat kehilangan hubungan dengan Bapa ia kehilangan hubungan dengan adik yang telah meninggalkan rumah Bapa. Ia menyebut adiknya sebagai anak Bapa tetapi bukan adikku (ayat 30). Ia membandingkan dirinya lebih baik dari adiknya sendiri. Ia menilai kasih Bapa berdasarkan harta, bukan kasih Bapa yang melebihi semua harta yang dimilikinya. Ia diperbudak oleh pemikiran bahwa ia harus melakukan sesuatu agar hubungan dengan Bapa tetap terbina dan baru dapat makan dalam rumah. Ia tidak memahami arti keanakan dalam rumah Bapa.

Mengapa Yesus melanjutkan perumpamaan Anak yang Terhilang hingga episode kedua? Ia sedang menyampaikan perumpamaan tersebut kepada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Baik anak yang bungsu maupun anak yang sulung masing-masing terhilang dari hubungan keanakan dengan Bapanya. Anak yang bungsu merasa dengan harta Bapa ia mampu menunjukkan kepada Bapa bahwa ia akan berhasil dalam kehidupannya. Sedangkan di pihak lain, anak sulung berusaha menunjukkan bahwa dengan kerja keras dan bertanggung jawab dalam rumah Bapa maka ia akan menjadi orang yang layak mendapatkan harta dalam rumah Bapa bahkan bertanggung jawab atas pemakaian harta dalam rumah Bapa. Ayat 28 menunjukkan bahwa ia marah dan tidak mau masuk. Ia menilai bahwa Bapanya telah salah bertindak. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat sedang meragukan apakah benar Yesus berasal dari Allah. Memperlakukan orang-orang berdosa sebagaimana yang dilakukan Yesus adalah tidak masuk akal bagi mereka.

Siapakah mereka dalam golongan anak sulung? Ia tinggal di rumah Bapa. Ia bekerja keras dan bertanggung jawab dalam rumah Bapa, tetapi kehilangan hubungan pribadi dengan Bapa. Ia merasa diperbudak dengan tanggung jawabnya dalam rumah Bapa. Ia merasa bahwa dirinya lebih baik dari orang-orang berdosa yang tidak layak dan kehilangan hubungan dengan Allah, tetapi ternyata dirinya sendiri sedang kehilangan hubungan pribadi dengan Allah. Ia sendiri merupakan seorang yang tidak layak, sekalipun lahir dalam keluarga kristen, mengikuti kegiatan keagamaan bahkan secara ketat, tetapi tidak memiliki pengalaman pribadi dengan Allah.

Banyak orang yang nampaknya adalah orang-orang yang rajin dan bertanggung jawab dalam Rumah Tuhan (gereja) tetapi tidak memiliki hubungan pribadi dengan Allah. Ia merasa semua kerja keras yang ia lakukan di Rumah Tuhan dan tanggung jawab yang diembannya akhirnya menjadi rutinitas tanpa dapat menikmati semua berkat rohani yang tersedia secara berlimpah di dalamnya. Kehidupannya masih terseret oleh kedagingan dan keinginan untuk memuaskan diri; melalui penghormatan karena jabatan gerejawi atau keuntungan-keuntungan lain yang dapat diperolehnya. Kehidupan imannya tidak bertumbuh karena sebenarnya ia tidak memiliki iman. Iman adalah pernyataan dari hubungan di antara seseorang dengan Allah sebagai pribadi yang nyata dan dekat dengan kehidupannya. “Iman menunjukkan jenis hubungan tertentu dengan Allah… Iman mengarahkan pikiran orang percaya kepada Allah dalam doa dan dalam perenungan hal-hal surgawi. Jadi pertumbuhan dalam kehidupan Kristen bisa dikatakan pertumbuhan dalam kehidupan iman, yang merupakan penguatan ikatan pribadi dengan Allah.” (Chan, h. 106)

Tindakan Bapa (Gracious Father)

Pernyataan Bapa kepadanya memulihkan hubungannya dengan Bapa, “Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu” (Ayat 31). Perkara inti dalam rumah Bapa adalah: memelihara hubungan dengan Bapa dan menikmati semua berkat yang ada dalam rumah Bapa. Hubungan dengan Bapa harus yang terutama, barulah berkat-berkat dapat dinikmati, bukan sebaliknya.

Perumpamaan ini menunjukkan bahwa Allah senantiasa mencari inisiatif untuk mengulurkan tangan, mendapatkan sambutan, dan memulihkan hubungan dengan manusia. Terhadap anak bungsu (ayat 20) Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia dan terhadap anak sulung (ayat 28) ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Stein memberi judul bagi perumpamaan ini sebagai The Parable of the Gracious Father. Stein, h.115ff.

Bapa memulihkan kita kepada kedudukan ke-anak-an. Dan, akhirnya, Dia mengundang kita untuk menikmati semua kekayaanNya. Inilah adalah sebuah penegasan dari kelayakan kita dan kenyataan bahwa kita dikasihi. Rozell, h. 91. Kebanyakan orang telah gagal untuk memahami siapa mereka sesungguhnya. Allah, bagaimanapun, tidak meninggalkan kita meraba-raba dalam kegelapan. Dia bermaksud untuk menolong kita. Allah yang berinisiatif mengajak bersekutu dan menjadikan kita partner dalam percakapan sejati dengan Bapa dan Anak melalui Roh Kudus.(Chan, 101)

Tanpa pemulihan hubungan dengan Bapa maka kita tidak dapat menikmati semua berkat-berkat di rumah Bapa. Pahamilah arti frase “menjadi anak.” Manusia diciptakan untuk sebuah persekutuan (manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah berarti memiliki ciri pribadi yang sama sehingga dapat bersekutu) tapi telah dirusak oleh dosa. Persekutuan dengan Tuhan diganti dengan persekutuan dengan diri sendiri dan dunia. Tujuan persekutuan menjadi persekutuan pribadi yang tidak memuliakan Tuhan tapi memenuhi keuntungan diri sendiri dan mengikuti keinginan daging yang berdosa (Galatia 5:19-20; “Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.) Paulus mengingatkan mereka pada ayat 21; Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu – seperti yang telah kubuat dahulu – bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah.

Baik orang-orang berdosa maupun orang-orang yang merasa lebih layak dari orang berdosa (orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat) harus membuka diri kepada kehadiran Yesus di antara mereka untuk menjadi pemulih hubungan mereka dengan Allah melalui iman kepadaNya. Iman menunjukkan hubungan tertentu dengan Allah. Chan, 106 Pertumbuhan dalam kehidupan kristen bisa dikatakan pertumbuhan dalam kehidupan iman, yang merupakan penguatan ikatan pribadi dengan Allah. Chan, 106.

Bukti bahwa seseorang telah mengalami hubungan pribadi dengan Allah adalah kemenangan atas dosa dan kebiasaan kehidupan lama dalam dirinya. Allah bertindak dalam lingkup tindakan manusia. Chan, 104. Luther mengatakan, “Merupakan hal yang tepat untuk mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan diri kita, sejauh Allah bekerja dalam diri kita, kita bekerja-meskipun “bekerja”di sini sebenarnya berarti bahwa orang yang melakukan tindakan itu sendiri dimainkan, didorong dan dipimpin.” Dikutip oleh Simon Chan, h. 105.

Usaha Manusia dan Anugerah Allah

Anak sulung berusaha dengan kekuatannya untuk dapat menikmati berkat-berkat dalam rumah Bapa, tetapi ia tidak dapat menikmatinya. Sebagian orang berusaha untuk menciptakan “teknik mempercayai Allah atau mengasihi Allah” sehingga kehilangan arti pengembangan hubungan. Anak sulung seharusnya menyadari bahwa tindakan ayah yang menghampirinya adalah usaha ayahnya untuk menawarkan perbaikan hubungan dengannya. Demikian juga, orang yang menamakan dirinya seorang kristen tidak dapat melupakan rahmat atau anugerah Tuhan di dalam usaha untuk melakukan kehendak Tuhan. Orang kristen yang menyadari bahwa keterbukaannya terhadap anugerah Tuhan adalah respon terhadap uluran tangan Tuhan yang sedang berinisiatif memulihkan hubungan yang telah rusak oleh dosa. Baik Agustinus, Bapa Gereja Latin Terbesar, maupun Martin Luther, Bapa Reformasi, menyadari bahwa sementara mereka mencari kebenaran yang dapat membebaskan mereka dari penghambaan diri mereka, anugerah Allah sedang selalu terulur kepadaNya menawarkan pemulihan hubungan dengan Allah dan menikmati berkat yang tersedia di dalam-Nya.